17 June 2017

Ramadhan 1438H - Day 22

Perihal Bahagia

Tidak semua orang mendapat pilihan pertama
Namun yang penting...kamu bahagia!

Definisi bahagia bagi semua orang berlainan. Ada yang kebetulannya sama, ada juga yang melihat bahagia dari sudut yang berlainan.

Bermimpilah setinggi langit. Orang yang berjaya punya cita-cita. Orang yang bahagia, punya cita-cita setinggi langit dan berusaha mencapainya. Akan adanya halangan di dalam mencapai impian. Namun, orang yang bahagia akan terus berjuang dan berusaha mengatasi segala rintangan.

Orang yang bahagia, tiada di dalam kamus hidupnya perkataan "putus asa", kerna Allah murka pada hamba-Nya yang berputus asa. Orang yang berputus asa untuk hidup adalah orang yang lupa diri. Lupa diri ketika mana Allah tiupkan ruh kepadanya dan memberinya kehidupan.

Allah SWT berfirman di dalam surah AL-A’raf ayat 172, yang bermaksud:
”Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan turunan anak Adam dari tulang punggungnya dan Tuhan mengambil kesaksian dari mereka sendiri, firmanNya: ”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka (roh manusia menjawab: ”Benar! Kami telah menyaksikan”. Nanti di hari Qiamat agar kamu tidak mengatakan: bahwa, ”kami lalai terhadap hal ini. (QS. Al-A’raf 172).

Kita hidup ini, sudah terbukti, itu buktinya bahagia. Kelahiran kita di dunia ini tanda kedua ibu bapa kita bahagia. 

Bahagia bukanlah apa yang kita rasakan ketika kita punya harta yang banyak atau secukupnya, punya anak-anak yang ramai, punya orang yang kita cintai, punya pekerjaan yang mantap dengan gaji yang lumayan.

Bahagia itu, kadang-kadang bila sendiri. Punya ruang dan waktu untuk muhasabah diri, lantas memperbaiki diri untuk diri dan juga untuk orang lain. 

Bahagia itu juga, bila punya waktu untuk belajar, belajar tentang kehidupan, bahwa hidup ini bukanlah untuk diri kita semata. Kebanyakan dari hidup ini adalah untuk berbakti kepada orang lain - hidup untuk memberi, kerna kehidupan itu sifatnya sementara. Ianya umpama jambatan untuk kita menuju ke dunia yang kekal abadi. Justru itu, bekal apakah yang akan kita bawa nanti selain dari amal bakti yang kita kumpul dari alam dunia? 

Bahagia itu sederhana. Saat mensyukuri apa yang ada dan apa yang dimiliki tanpa perlu cemburu dengan apa yang orang lain miliki. Bukankah bahagia bila kita mampu untuk gembira melihat orang lain bahagia bersama walau kuantitinya berbeda?

Kita tidak akan bisa memutar waktu. Waktu bukanlah seperti CD atau kaset yang kita boleh putar berkali-kali. Kita akan rasa derita bila kita coba untuk kembali pada waktu-waktu yang kita kesali dan berharap akan dapat membuat pembetulan ke atas kesilapan-kesilapan lalu yang pernah kita lakukan. Yang berlalu biarkan berlalu dan jadikan pengajaran. Jangan biarkan kehidupan kita yang bersisa dibazirkan dengan mengenangkan kisah-kisah silam, apa lagi kisah sedih dan derita.

Mari kita singkap sejarah - Seorang Muslim itu tidak akan jatuh ke lubang yang sama berkali-kali
Perang Hamraaul Asad merupakan sebagai obat bagi kesedihan kaum muslimin, serta merupakan ujian keteguhan dan kesabaran kaum muslimin, di antara kisah yang banyak mengandung pelajaran adalah ketika Rasulullah SAW hendak ke Madinah, Rasulullah kembali menangkap Abu Azzah Al-Jumahi, ia merupakan di antara tawanan perang Badr yang Rasulullah SAW bebaskan secara percuma karena kefaqirannya dan banyaknya anak perempuannya, dengan syarat tidak membantu siapapun meemusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi dia malah melanggar dan berkhianat, ia mengajak/menghasut orang dengan sya’irnya untuk memerangi Nabi dan kaum muslimin juga turut serta dalam perang Uhud untuk memerangi kaum muslimin.

Tatkala Rasulullah menangkapnya dia berkata: “Wahai Muhammad lepaskanlah aku, bebaskan aku dan biarkan aku mengurusi anak-anak perempuanku, aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Maka Rasulullah SAW menjawabnya: “Kau tidak akan mengusap kedua pipimu lagi di Mekkah setelah ini, kau telah menipu Muhammad dua kali. Dan seorang mukmin tidak akan terjatuh dalam lubang yang sama dua kali”. Kemudian beliau memerintahkan Zubair atau ‘Ashim untuk memenggal kepalanya.

Kesilapan kita yang lalu, jangan kita ulangi berkali kali. Jangan biarkan kita menjadi Muslim yang jatuh ke dalam lubang yang sama berkali-kali.

Berusahalah kita menjadi manusia yang bahagia. Jika kita tidak mampu membahagiakan diri kita sendiri, bagaimana mungkin orang lain dapat membahagiakan kita. Bahagia itu dari hati. jika kita tidak bahagia, belek-belek dan muhasabahlah hati kita itu. InsyaAllah, kita akan temui jawapannya kiranya kita mencari dengan mata hati.

Allahu Taála A'lam

No comments: